Breaking News

NAFSU DAN BISIKAN SETAN ADALAH PERISTIWA KIMIAWI DAN KELISTRIKAN DI DALAM OTAK


Oleh: Prof Makin Perdana Kusuma - Depok, 26 Juni 2025.
Selama berabad-abad, konsep "nafsu" atau bisikan setan telah dipahami dalam kerangka spiritual dan moral. Ia sering digambarkan sebagai entitas eksternal yang membujuk manusia untuk berbuat dosa, melanggar norma, atau mengikuti godaan duniawi. Namun, di era sains modern, pemahaman kita tentang dorongan internal ini mulai berkembang. Neurosains dan endokrinologi (ilmu hormon) kini memberikan perspektif baru yang revolusioner: "nafsu" pada dasarnya adalah manifestasi dari impuls hormonal dan impuls serebral, sebuah produk kompleks dari biokimia tubuh dan arsitektur otak kita. Memahami dasar biologis ini tidak serta-merta mereduksi makna spiritualnya, tetapi justru memberikan kita alat yang lebih kuat untuk mengelola dan mengendalikannya.

Tubuh kita adalah pabrik kimia yang kompleks, dan hormon adalah kurir yang menyampaikan pesan di seluruh sistem. Dorongan-dorongan yang sering kita sebut "nafsu" memiliki dasar hormonal yang kuat.
• Dopamin: Sering dijuluki "molekul penghargaan," dopamin adalah neurotransmitter kunci yang terlibat dalam motivasi, kesenangan, dan keinginan. Setiap kali kita mengantisipasi sesuatu yang menyenangkan—makanan lezat, keuntungan finansial, atau interaksi sosial yang memuaskan—otak melepaskan dopamin, menciptakan dorongan kuat untuk mengejar pengalaman itu (Berridge & Kringelbach, 2015). Hasrat akan kekayaan, kekuasaan, atau kenikmatan adalah bagian dari sistem penghargaan dopaminergik ini.
• Testosteron dan Estrogen: Hormon seks ini tidak hanya mengatur reproduksi, tetapi juga memengaruhi perilaku dan dorongan. Kadar testosteron yang tinggi dapat terkait dengan dorongan untuk bersaing, mengambil risiko, dan mengejar kekuasaan atau status.
• Kortisol: Hormon stres ini, yang dilepaskan saat kita merasa terancam atau tertekan, bisa memicu perilaku kompulsif dan impulsif sebagai mekanisme untuk mengatasi tekanan, seperti makan berlebihan, belanja, atau mencari hiburan instan.
Dalam banyak kasus, apa yang kita labeli sebagai "bisikan setan" bisa diinterpretasikan sebagai "dorongan biologis primal" untuk bertahan hidup, bereproduksi, dan mencari kesenangan yang ditopang oleh koktail hormonal ini.

Jika hormon adalah bahan bakar, otak adalah mesin yang mengolahnya. Impuls serebral merujuk pada aktivitas di area otak yang memediasi dorongan, pengambilan keputusan, dan pengendalian diri.
• Sistem Limbik: Ini adalah bagian otak yang lebih kuno, bertanggung jawab atas emosi, memori, dan dorongan dasar. Amigdala (pusat rasa takut dan emosi) dan hipokampus (memori) bekerja sama untuk memicu respons emosional dan keinginan berdasarkan pengalaman masa lalu. Dorongan untuk "melarikan diri" dari rasa tidak nyaman atau "mengejar" sesuatu yang menyenangkan muncul dari sini.
• Korteks Prefrontal (PFC): Ini adalah bagian otak yang lebih rasional, bertanggung jawab atas pengambilan keputusan, perencanaan, dan pengendalian impuls. PFC berfungsi sebagai "rem" yang mengendalikan dorongan dari sistem limbik. Ketika kita berhasil menahan diri dari godaan, aktivitas di area PFC-lah yang sedang bekerja keras (Miller & Cohen, 2001).
• Sirkuit Ganjaran (Reward Circuit): Jaringan otak yang melibatkan dopamin ini sangat kuat. Dorongan adiktif, dari gawai hingga belanja, bekerja dengan "membajak" sirkuit ini, menciptakan siklus keinginan-aksi-ganjaran yang sulit dihentikan.
Dari sudut pandang neurosains, "bisikan setan" bisa diinterpretasikan sebagai "sinyal-sinyal kuat dari sistem limbik yang belum terfilter oleh logika korteks prefrontal".

Memahami dasar biologis nafsu tidak seharusnya mengurangi makna spiritualnya. Sebaliknya, ini memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang "jihad an-nafs"—perjuangan melawan diri sendiri. Jika "nafsu" adalah impuls biologis, maka perjuangan melawannya bukanlah melawan kekuatan eksternal, tetapi "mengelola dan mendisiplinkan biokimia serta arsitektur otak kita sendiri". Praktik spiritual seperti puasa, salat/sembahyang, meditasi, berserah diri, ikhlas dan syukur bisa dilihat sebagai "latihan neuroplastisitas"—kemampuan otak untuk berubah. Dengan latihan, kita bisa memperkuat korteks prefrontal, menenangkan sistem limbik, dan pada akhirnya, mengambil kendali atas impuls kita.

"Nafsu" dan "bisikan setan" mungkin adalah konsep kuno yang penuh makna spiritual, tetapi kini sains modern mengungkap lapisan neurokimia dan serebral di baliknya. Ini adalah impuls hormonal dan serebral yang mendorong kita untuk mencari ganjaran dan menghindari rasa sakit. Dengan pemahaman ini, kita bisa melihat bahwa pertarungan melawan "bisikan" bukanlah pertempuran yang mustahil, melainkan proses biologis dan psikologis yang bisa dikelola. Integrasi pemahaman ini dengan kearifan spiritual akan memperkuat kemampuan kita untuk mendisiplinkan diri, membimbing impuls kita menuju arah yang lebih konstruktif, dan pada akhirnya, menemukan kedamaian batin.


Jika tubuh dan jiwa adalah sebuah kapal, lautan adalah kehidupan, dan angin adalah segala dorongan yang datang. Dulu, kita mengira angin nafsu ditiupkan oleh entitas tak terlihat dari luar. Kini, kita sadar bahwa "angin itu berembus dari dalam kapal kita sendiri"—dari mesin hormon dan kompas otak kita. Memahami ini bukanlah akhir dari perjalanan spiritual, melainkan awal dari perjalanan yang lebih sadar. Kita tidak bisa menghentikan angin berembus, tetapi dengan pemahaman ilmiah, kita bisa belajar cara "mengatur layar dan mengemudikan kemudi" dengan lebih bijak. Pertarungan sejati bukanlah melawan angin, melainkan tentang bagaimana kita meresponsnya, memastikan kapal kita berlayar menuju pelabuhan yang benar, bukan tersesat di tengah badai.

------SELESAI------
SELAMAT HARI JUMAT
________________________________________
Referensi:
• Berridge, K. C., & Kringelbach, M. L. (2015). Pleasure systems in the brain. Neuron, 86(3), 646-661.
• Miller, E. K., & Cohen, J. D. (2001). An integrative theory of prefrontal cortex function. Annual Review of Neuroscience, 24(1), 167-202.
• Siegel, D. J. (2012). The Developing Mind: How Relationships and the Brain Interact to Shape Who We Are. Guilford Press. (Meskipun tidak spesifik tentang nafsu, buku ini membahas integrasi otak yang relevan).
__________________________________________________________________________
"MPK’s Literature-based Perspectives"
"Turning Information into Knowledge – Shaping Knowledge into Insight"

Editor : Nofis Husin Allahdji
© Copyright 2022 - ANALISARAKYAT.COM