Oleh: Makin Perdana Kusuma - Depok, 15 Juni 2025
Tantowi Yahya, mantan Duta Besar Indonesia untuk Selandia Baru, baru-baru ini berbagi pengalamannya menjalani medical check-up di Penang. Sebuah pengakuan yang menggetarkan: “lebih dari 80 persen pasien di salah satu rumah sakit internasional yang ia kunjungi adalah orang Indonesia”, mayoritas datang dari Medan. Tantowi Yahya (2025) menyebut ada “enam alasan utama” orang Indonesia memilih Penang, antara lain “akurasi diagnosis yang tinggi, kecepatan pelayanan, tingginya tingkat kepercayaan pasien, biaya yang lebih murah”, serta kemampuan staf medis dalam berbahasa Indonesia dan pelayanan yang humanis. Pengakuan ini bukan sekadar cerita pribadi, melainkan “sebuah refleksi tajam” atas fenomena yang telah lama menjadi rahasia umum.
Laksana sungai yang tak pernah lelah mencari muara, arus pasien dari Indonesia terus mengalir menuju Penang, sebuah tempat yang dijuluki “pelabuhan kesehatan” di jantung Asia Tenggara. Penang, bagi sebagian besar warga serumpun, adalah oase harapan untuk mendapatkan “tindakan medis, pengobatan, dan perawatan secara komprehensif”. Data menyodorkan angka pilu: pada tahun 2023, rumah sakit di Penang menerima “406.469 kunjungan pasien medis internasional” (Penang Medical Tourism Centre, 2023), menandai peningkatan signifikan dari 194.327 kunjungan pada tahun 2022. Bahkan, pada tahun 2022, Indonesia menyumbang “54 persen dari total kedatangan medis internasional” ke Penang (MIDA, 2022). Secara keseluruhan, pendapatan pariwisata medis Malaysia mencapai “$286 juta pada tahun 2022”, dan terus berlanjut dengan “$190 juta pada paruh pertama 2023” (Alvarez & Marsal, 2024). Mengapa begitu banyak anak negeri mencari kesembuhan di tanah seberang? Ini adalah sebuah “senandung lirih tentang potret kesehatan di tanah air”, yang mengundang refleksi mendalam bagi para pemegang kebijakan dan penyedia layanan kesehatan di Indonesia.
Fenomena “wisata medis lintas batas” (cross-border medical tourism) adalah cerminan dari berbagai faktor, termasuk persepsi tentang kualitas layanan, ketersediaan teknologi, biaya, dan waktu tunggu (Connell, 2013). Keputusan Orang Indonesia Berobat ke Penang mengindikasikan adanya “ketidakpuasan terhadap sistem pelayanan kesehatan domestik” (Hanefeld et al., 2014). Hal ini dapat terkait dengan “aksesibilitas layanan spesialis”, terutama di daerah-daerah terpencil, “kualitas fasilitas dan peralatan medis yang belum merata”, serta “efisiensi birokrasi dan manajemen rumah sakit” (World Health Organization, 2000). Arus pasien ke luar negeri menjadi indikator penting bagi pemerintah untuk mengevaluasi secara kritis regulasi dan manajemen layanan kesehatan di Indonesia.
Regulasi layanan kesehatan di Indonesia perlu dikaji ulang untuk memastikan “perlindungan pasien yang optimal” dan “standarisasi mutu layanan” di seluruh fasilitas kesehatan (Ministry of Health Republic of Indonesia, 2019). Kebijakan yang ada seharusnya mampu mendorong “investasi dalam infrastruktur kesehatan yang modern” dan “pengembangan sumber daya manusia medis yang kompeten” (Frenk et al., 2010). Selain itu, regulasi juga perlu memfasilitasi “integrasi layanan kesehatan primer dan sekunder” agar pasien mendapatkan penanganan yang tepat dan efisien sejak awal. Perjalanan mencari pengobatan ke negeri jiran seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah untuk “memperbaiki ekosistem kesehatan secara holistik”.
Manajemen layanan kesehatan di Indonesia menghadapi tantangan kompleks, termasuk “inefisiensi dalam pengelolaan anggaran kesehatan”, “distribusi tenaga kesehatan yang tidak merata”, dan “kurangnya koordinasi antar pemangku kepentingan” (Barber et al., 2017). Refleksi dari fenomena berobat ke Penang dapat menjadi momentum untuk “mengadopsi praktik manajemen terbaik” yang berfokus pada “peningkatan mutu layanan”, “efisiensi operasional”, dan “kepuasan pasien” (Shortell & Kaluzny, 2006). Pemanfaatan teknologi informasi dalam manajemen rumah sakit dan sistem rujukan juga dapat menjadi solusi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan kesehatan.
Kritik terhadap regulasi dan manajemen penyedia layanan kesehatan di Indonesia yang tersirat dalam fenomena wisata medis ke Penang seharusnya tidak hanya dilihat sebagai kekurangan, tetapi juga sebagai “peluang untuk transformasi”. Pemerintah perlu “mendengar dengan seksama suara hati rakyat” yang mencari pengobatan di negeri lain, memahami akar permasalahan, dan mengambil tindakan korektif yang nyata. Investasi yang lebih besar dalam sektor kesehatan, regulasi yang progresif dan berpihak pada pasien, serta manajemen layanan kesehatan yang profesional dan transparan adalah kunci untuk “mengembalikan kepercayaan masyarakat” dan menjadikan Indonesia sebagai destinasi layanan kesehatan yang membanggakan di mata dunia.
Fenomena ini adalah “cermin retak yang memantulkan wajah sistem kesehatan kita”, menuntut introspeksi mendalam dan tindakan nyata. Pemerintah memiliki tanggung jawab moral dan konstitusional untuk memastikan setiap warga negara mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas tanpa harus mencari ke tanah seberang. Semoga fenomena ini menjadi “angin perubahan yang menggerakkan upaya reformasi kesehatan”, membawa Indonesia menuju “penyedia layanan kesehatan yang berdaya saing, dan melayani dengan sepenuh hati”.
Referensi:
Alvarez & Marsal. (2024). Malaysia Medical Tourism report.
Barber, S. L., Borowitz, M., & Bekedam, H. V. (2017). The health workforce in Indonesia: Challenges and the path forward. World Health Organization, Regional Office for South-East Asia.
Connell, J. (2013). Medical tourism. CABI.
Frenk, J., Chen, L., Bhutta, Z. A., Cohen, J., Crisp, N., Evans, T., ... & Zurayk, H. (2010). Health professionals for a new century: transforming education to strengthen health3 systems in an interdependent world. The Lancet, 376(9756), 1923-1958.45
Hanefeld, J., Smith, R., Lunt, N., & Horsfall, D. (2014).6 Why do people travel for healthcare? A systematic review of the literature. Globalization and Health, 10(1), 1-17.
MIDA. (2022). Penang Inks MOU with Indonesia's Citilink Airlines to Boost Medical Tourism.7 Malaysian Investment Development Authority.
Ministry of Health Republic of Indonesia. (2019). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 tentang Standar Teknis Pemenuhan Prasarana, Peralatan Kesehatan, Sumber Daya Manusia Kesehatan, Sediaan Farmasi, dan Perbekalan Kesehatan Pada Rumah Sakit.
Penang Medical Tourism Centre. (2023). Strategic collaboration to boost Penang's medical tourism industry.8 Buletin Mutiara.
Shortell, S. M., & Kaluzny, A. D. (2006). Health care management: Organization design and behavior. Cengage Learning.
Tantowi Yahya. (2025, Juni 11). Tantowi Yahya Ungkap 6 Alasan Orang Indonesia Pilih Berobat ke Malaysia: Pasien Tidak Merasa Diperas. Suara.com.
World Health Organization. (2000). The world health report 2000: Health systems: improving performance. World Health Organization.9
Editor : Nofis Husin Allahdji
Social Header