Oleh: Prof Makin Perdana Kusuma - Depok, 11 Desember 2025
Setiap kali manusia mendirikan bangunan, sesungguhnya ia sedang merobek selembar kain alam. Rumah yang berdiri gagah adalah hutan yang kehilangan pohon; jembatan yang membentang adalah gunung yang kehilangan batu; apartemen yang menjulang adalah tanah yang kehilangan besi. “Pembangunan selalu berawal dari pengambilan, pemotongan, pengurangan, dan penggalian dari bumi” (UKGBC, 2024). Maka, pembangunan adalah paradoks: ia menjanjikan kenyamanan, tetapi menimbulkan luka pada bumi. Dan, garis batas keinginan manusia akan kenyamanan selalu bergeser maju dan naik seiring dengan munculnya rasa biasa dan normal atas apa yang sudah dicapai dan dinikmatinya; yang disebut dengan “hedonic adaptation”. “Adaptasi hedonik adalah kecenderungan manusia untuk kembali ke titik netral kebahagiaan setelah pencapaian, sehingga terus mengejar lebih banyak tanpa pernah benar-benar puas” (van Halem et al., 2024). Seperti puisi yang indah namun ditulis dengan tinta darah, pembangunan adalah keindahan yang lahir dari pengrusakan. Manusia mengejar kenyamanan jangka pendek dengan mengorbankan kelangsungan kehidupan dalam jangka panjang.
Secara ekologis, pembangunan berarti eksploitasi sumber daya. “Ekstraksi material seperti kayu, besi, dan semen menyebabkan deforestasi, erosi tanah, dan pencemaran air” (HowEngineeringWorks, 2024). Setiap bata yang kita susun adalah hasil dari gunung yang digali, setiap tiang yang kita tegakkan adalah hasil dari hutan yang ditebang, setiap paku yang kita tancapkan adalah bumi yang dikeruk. Alam kehilangan keseimbangannya, sementara manusia memperoleh ruang baru untuk hidup. Namun, ruang itu berdiri di atas kehilangan yang tak pernah dihitung.
Dari perspektif industri, produksi material konstruksi adalah salah satu penyumbang terbesar emisi karbon. “Produksi semen, misalnya, menghabiskan sumber daya tak terbarukan dan menghasilkan emisi gas rumah kaca yang signifikan” (Springer, 2024). Pembangunan bukan hanya merusak lanskap fisik, tetapi juga menambah beban atmosfer. Langit yang kita lihat biru, sesungguhnya menyimpan asap dari pabrik-pabrik yang memproduksi bahan bangunan. Maka, pembangunan adalah pengrusakan yang tak hanya terlihat, tetapi juga terhirup.
Secara sosial, pembangunan sering dianggap sebagai tanda kemajuan. Rumah mewah, gedung tinggi, jalan lebar, bandara megah—semua menjadi simbol modernitas. Namun, “kemajuan fisik sering kali menutupi kerusakan ekologis yang terjadi di baliknya” (UKGBC, 2024). Kita merayakan gedung baru, tetapi lupa bahwa tanah di bawahnya telah kehilangan kesuburan. Kita bangga dengan jembatan baru, tetapi lupa bahwa sungai di bawahnya telah kehilangan kejernihan. Pembangunan adalah pesta yang diam-diam mengorbankan tuan rumahnya: bumi.
Kesimpulannya, pembangunan adalah pengrusakan yang disepakati dan dilegalkan. Laju kerusakan yang terjadi menggambarkan dampak dari tak berujungnya hawa nafsu manusia untuk hidup enak; banyak menginginkan hal-hal yang tak benar-benar dibutuhkan. “Setiap pembangunan adalah kompromi antara kebutuhan manusia dan kerusakan alam” (HowEngineeringWorks, 2024). Kita tidak bisa membangun tanpa mengambil dari bumi, tetapi kita bisa membangun dengan kesadaran, dengan batas, dengan tanggung jawab. Pembangunan yang berkelanjutan bukan berarti tanpa pengrusakan, tetapi pengrusakan yang diminimalisir dan diimbangi dengan pemulihan. Kesadaran akan nafsu adalah kunci dari keberhasilan pembangunan yang berkelanjutan.
Dan akhirnya, mari kita renungkan: apakah rumah yang kita tinggali adalah makam bagi hutan? Apakah jalan yang kita lalui adalah luka bagi tanah? Pembangunan adalah pengrusakan, tetapi ia juga bisa menjadi doa jika dilakukan dengan kesadaran. Maka biarlah setiap batu yang kita letakkan menjadi janji untuk merawat bumi, agar pembangunan tidak hanya menjadi tanda kemajuan, tetapi juga tanda cinta. Sebab tanpa cinta, pembangunan hanyalah pengrusakan yang abadi.
Referensi:
• UKGBC. (2024). Introduction to Embodied Ecological Impacts. UK Green Building Council. https://ukgbc.org/news/introduction-to-embodied-ecological-impacts/
• HowEngineeringWorks. (2024). Environmental Impacts of Construction Materials. https://www.howengineeringworks.com/questions/what-are-the-environmental-impacts-of-construction-materials/
• Springer. (2024). Environmental Effects of Cement Production: A Review. https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-981-99-1894-2_51
• van Halem, S., van Roekel, E., & Denissen, J. (2024). Understanding the Dynamics of Hedonic and Eudaimonic Motives on Daily Well-Being. Journal of Happiness Studies, 25, Article 107. https://link.springer.com/article/10.1007/s10902-024-00812-0
________________________________________
MPK’s Literature-based Perspectives
Turning Information into Knowledge – Shaping Knowledge into Insight
________________________________________
(Keterangan Keterbukaan: Ide pokok artikel didapatkan dari pengamatan di dunia maya dan pengalaman di dunia nyata. Konteks, kerangka pemikiran, format, alur dan gaya bahasa dikembangkan oleh penulis. Bahan dirangkai, disusun, dan diperkaya menggunakan AI. Gambar pendukung dibuat dengan AI)
Editor : Nofis Husin Allahdji


Social Header