Oleh: Prof Makin Perdana Kusuma - Depok, 14 Desember 2025
Neraka bukanlah sekadar api yang membakar tubuh, melainkan kehampaan yang melahap jiwa. Ia hadir ketika manusia lebih sibuk menuntut untuk dicintai daripada mencintai. Seperti ruang kosong yang dingin, neraka adalah keadaan batin yang miskin pemberian, namun rakus penerimaan. “Ketika cinta tidak lagi mengalir keluar, melainkan hanya ditarik masuk, maka jiwa kehilangan keseimbangannya” (Fromm, 1956). Neraka adalah cermin yang memantulkan wajah egois manusia, yang menunggu untuk dicintai tetapi lupa menyalakan api cinta bagi semesta.
Dalam psikologi humanistik, cinta adalah kebutuhan dasar yang harus diwujudkan dalam bentuk pemberian. “Cinta sejati bukanlah tentang memiliki, melainkan tentang memberi tanpa syarat” (Maslow, 1968). Ketika manusia lebih menuntut daripada memberi, ia terjebak dalam lingkaran kekosongan emosional. Pemberian cinta memperkuat rasa makna, sementara penuntutan cinta justru memperdalam rasa frustrasi. Neraka batin lahir dari ketidakseimbangan ini.
Dalam perspektif sosial, cinta adalah energi yang menjaga harmoni komunitas. “Relasi sosial yang sehat bergantung pada reciprocity, keseimbangan antara memberi dan menerima” (Deci & Ryan, 2000). Ketika manusia lebih banyak menuntut cinta daripada memberi, ia merusak jalinan sosial yang menopang kehidupan bersama. Neraka sosial adalah keterasingan, ketika orang lain menjauh karena cinta yang seharusnya diberikan berubah menjadi tuntutan yang melelahkan.
Secara spiritual, cinta adalah jalan menuju kebebasan batin. “Cinta adalah bentuk tertinggi dari ibadah, sebab ia menghubungkan manusia dengan sumber segala kehidupan” (Al-Attas, 2021). Neraka muncul ketika manusia menutup pintu pemberian cinta, dan hanya menunggu untuk dicintai. Dalam tradisi mistik, cinta yang tidak diberikan adalah dosa terhadap semesta, karena ia menolak aliran energi Ilahi yang seharusnya mengalir melalui dirinya.
Dari sudut pandang neurosains, memberi cinta memiliki dampak biologis yang menyehatkan. “Aktivitas memberi, seperti empati dan kasih sayang, memicu pelepasan oksitosin dan dopamin yang memperkuat ikatan sosial serta menurunkan stres” (Zeki, 2017). Sebaliknya, menuntut cinta tanpa memberi memperkuat aktivitas amigdala yang terkait dengan rasa takut dan kecemasan. Neraka biologis adalah tubuh yang kehilangan keseimbangan kimiawi karena cinta yang tidak pernah mengalir keluar.
Kesimpulannya, neraka bukanlah tempat, melainkan keadaan batin yang lahir dari ketidakseimbangan cinta. “Ketika manusia lebih menuntut untuk dicintai daripada mencintai, ia menciptakan penderitaan bagi dirinya dan orang lain” (Maslow, 1968). Neraka adalah ruang kosong yang tercipta dari cinta yang ditahan, bukan dari cinta yang diberikan.
Dan akhirnya, mari kita renungkan: apakah kita hidup untuk menunggu dicintai, atau senantiasa berusaha untuk mencintai? Sebab cinta yang kita berikan adalah cahaya yang membakar kegelapan, sementara cinta yang hanya dituntut adalah api yang membakar diri sendiri. Neraka adalah kekosongan dari cinta yang tak pernah keluar, dan surga adalah keberanian untuk memberi tanpa syarat. Dalam keberanian untuk mencintai, manusia menemukan kebebasan yang sejati.
Referensi:
• Fromm, E. (1956). The Art of Loving. Harper & Row.
• Maslow, A. H. (1968). Toward a Psychology of Being. Van Nostrand Reinhold.
• Deci, E. L., & Ryan, R. M. (2000). The “What” and “Why” of Goal Pursuits: Human Needs and the Self-Determination of Behavior. Psychological Inquiry, 11(4), 227–268.
• Al-Attas, S. M. N. (2021). Prolegomena to the Metaphysics of Islam: An Exposition of the Fundamental Elements of the Worldview of Islam. ISTAC.
• Zeki, S. (2017). The Neurobiology of Love and Empathy. FEBS Letters, 591(19), 2575–2589.
________________________________________
MPK’s Literature-based Perspectives
Turning Information into Knowledge – Shaping Knowledge into Insight
________________________________________
(Keterangan Keterbukaan: Ide pokok artikel didapatkan dari pengamatan di dunia maya dan pengalaman di dunia nyata. Konteks, kerangka pemikiran, format, alur dan gaya bahasa dikembangkan oleh penulis. Bahan dirangkai, disusun, dan diperkaya menggunakan AI. Gambar pendukung dibuat dengan AI)
Editor : Nofis Husin Allahdji


Social Header