Breaking News

MENGEJAR KEBAHAGIAAN BISA MEMBUAT TIDAK BAHAGIA, MENGHINDARI PENDERITAAAN BISA MEMBUAT MENDERITA

 
Oleh: Prof Makin Perdana Kusuma - Queensland, 19 Desember 2025

Di tengah desir angin kehidupan, manusia berlari mengejar kebahagiaan seperti anak kecil mengejar kupu-kupu di padang ilalang. Namun semakin dikejar, semakin jauh ia terbang. Dan ketika manusia bersembunyi dari penderitaan, ia justru terperangkap dalam bayangannya sendiri. “Mengejar kebahagiaan bisa membuat tidak bahagia, menghindari penderitaan bisa membuat menderita.” Kalimat ini bukan sekadar paradoks, melainkan cermin dari gerak jiwa yang terjebak dalam ilusi. Seperti cahaya yang menyilaukan mata, kebahagiaan yang terlalu dikejar bisa membutakan. Dan seperti bayangan yang dihindari, penderitaan yang ditolak bisa membesar dalam diam.

Dalam psikologi eksistensial, kebahagiaan bukanlah tujuan, melainkan efek samping dari hidup yang bermakna. “Kebahagiaan tidak datang ketika dikejar, tetapi ketika manusia hidup sesuai dengan nilai-nilai terdalamnya” (Kesebir & Diener, 2008). Ketika kebahagiaan dijadikan target, ia berubah menjadi tekanan. Manusia mulai mengukur hidup dengan standar eksternal, dan kehilangan keintiman dengan dirinya sendiri.

Dalam filsafat Timur, penderitaan adalah bagian tak terpisahkan dari kesadaran. “Menghindari penderitaan adalah menghindari kedewasaan jiwa” (Craig, 2025). Justru dalam penderitaan, manusia belajar tentang batas, tentang kehilangan, dan tentang cinta yang tidak bersyarat. Penderitaan bukan musuh, melainkan guru yang mengajarkan tentang ketidakkekalan dan kerendahan hati.

Secara neurologis, otak manusia tidak dirancang untuk kebahagiaan permanen. “Sistem limbik manusia bereaksi terhadap perubahan, bukan kestabilan; kebahagiaan yang terus-menerus justru menumpulkan sensitivitas” (Pawelski, 2013). Ketika manusia terlalu lama berada dalam zona nyaman, ia kehilangan kemampuan untuk merasakan secara mendalam. Maka, penderitaan sesekali adalah pemantik kesadaran yang menyegarkan.

Dalam konteks sosial, budaya modern sering kali mempromosikan kebahagiaan sebagai produk konsumsi. “Kebahagiaan yang dikomodifikasi menjadi sumber kecemasan baru, bukan ketenangan” (ScienceNewsToday, 2025). Manusia dipaksa tersenyum, dipaksa merasa cukup, dan dipaksa menolak rasa sakit. Padahal, dalam ruang batin yang jujur, kebahagiaan dan penderitaan saling berdampingan, saling menghidupi.

Kesimpulannya, mengejar kebahagiaan secara obsesif bisa menjauhkan manusia dari kebahagiaan itu sendiri. Dan menghindari penderitaan secara mutlak bisa membuat manusia kehilangan kedalaman hidup. “Keseimbangan antara menerima penderitaan dan merayakan kebahagiaan adalah kunci kehidupan yang utuh” (Kesebir & Diener, 2008). Kebahagiaan bukan tujuan, dan penderitaan bukan kutukan. Keduanya adalah arus yang membawa manusia pulang ke dirinya sendiri.

Dan akhirnya, mari kita renungkan: apakah kita berani berhenti mengejar dan mulai hadir? Sebab kebahagiaan sejati bukanlah hasil dari pelarian, melainkan buah dari keberanian untuk tinggal. Tinggal di dalam rasa, di dalam luka, di dalam tawa, dan di dalam diam. Di sanalah, manusia tidak lagi mengejar cahaya, tetapi menjadi cahaya itu sendiri.

------SELESAI------

Referensi:
• Kesebir, P., & Diener, E. (2008). In pursuit of happiness: Empirical answers to philosophical questions. Perspectives on Psychological Science, 3(2), 117–125.
• Craig, H. (2025). The Philosophy of Happiness in Life. PositivePsychology.com.
• Pawelski, J. O. (2013). Introduction to Philosophical Approaches to Happiness. Oxford Handbook of Happiness.
• Editors of ScienceNewsToday. (2025). What is Happiness? Exploring Psychology, Philosophy, and the Secrets of a Fulfilling Life. ScienceNewsToday.org.
________________________________________
MPK’s Literature-based Perspectives 
Turning Information into Knowledge – Shaping Knowledge into Insight
________________________________________
(Keterangan Keterbukaan: Ide pokok artikel didapatkan dari pengamatan di dunia maya dan pengalaman di dunia nyata. Konteks, kerangka pemikiran, format, alur dan gaya bahasa dikembangkan oleh penulis. Bahan dirangkai, disusun, dan diperkaya menggunakan AI. Gambar pendukung dibuat dengan AI)

Editor : Nofis Husin Allahdji
© Copyright 2022 - ANALISARAKYAT.COM