Oleh: Prof Makin Perdana Kusuma - Depok, 5 Desember 2025
Bayangkan sebuah hidup di mana setiap doa langsung menjadi kenyataan, setiap keinginan segera terwujud, dan setiap harapan tak pernah tertunda. Maka hidup akan menjadi datar, hambar, seperti lukisan tanpa bayangan, seperti lagu tanpa jeda, bagai rangkaian huruf tanpa kombinasi dan tanpa spasi. Menjadi hidup yang tak bermelodi, tak bersimfoni. “Jika segala hal diberikan tanpa proses, maka makna akan hilang terlarut dalam kemudahan” (Davis et al., 2022). Dalam dunia yang serba dikabulkan, manusia kehilangan kesempatan untuk bertumbuh, untuk belajar dari luka, untuk bersyukur atas tuntasnya perjuangan, dan untuk menemukan keindahan dalam ketidaksempurnaan. Tuhan, dalam kebijaksanaan-Nya, tidak menciptakan hidup sebagai mesin pemenuh permintaan, melainkan sebagai taman tempat jiwa belajar mekar.
Psikologi spiritual menegaskan bahwa ketidakpastian dan penundaan adalah bagian penting dari perkembangan batin. “Pertumbuhan psikologis dan spiritual sering kali lahir dari ketegangan antara harapan dan kenyataan” (Pargament et al., 2025). Ketika doa tidak langsung dikabulkan, manusia belajar bersabar, belajar menerima, dan belajar memahami bahwa tidak semua yang diinginkan adalah yang terbaik. Dalam ruang penantian itu, jiwa menemukan kedalaman, bukan sekadar kepuasan.
Dalam filsafat eksistensial, makna hidup tidak terletak pada pemenuhan keinginan, tetapi pada keberanian untuk hidup tanpa jaminan. “Keindahan hidup muncul dari ketidakterdugaan, dari perjuangan, dari keberanian untuk tetap berjalan meski tak semua pintu terbuka” (Walsh & Vaughan, 1993). Tuhan tidak hadir sebagai pelayan ego, tetapi sebagai cahaya yang menuntun manusia untuk melihat lebih jauh dari dirinya sendiri. Dalam ketidakterpenuhan, manusia belajar berserah, dan dari penyerahan itu lahir kebijaksanaan.
Penelitian tentang spiritual dryness menunjukkan bahwa fase-fase kering dalam hubungan dengan Tuhan justru membuka ruang refleksi yang mendalam. “Kekeringan spiritual bukanlah kegagalan iman, melainkan undangan untuk menyelami makna yang lebih dalam” (Büssing et al., 2020). Ketika Tuhan tidak menjawab, bukan berarti Ia absen, melainkan Ia sedang mengajak manusia untuk berhenti meminta dan mulai mendengarkan. Dalam keheningan itu, suara jiwa menjadi lebih jelas, dan arah hidup menjadi lebih jernih.
Kesimpulannya, jika Tuhan selalu mengabulkan segala permintaan dan keinginan manusia, maka hidup akan kehilangan lapisan-lapisan makna yang lahir dari proses. “Makna hidup bukan terletak pada pemenuhan, tetapi pada perjalanan menuju pemahaman” (Davis et al., 2022). Tuhan tidak menciptakan hidup sebagai jalan pintas, tetapi sebagai ziarah panjang yang penuh pelajaran, kejutan, dan keindahan yang tak terduga.
Dan akhirnya, mari kita renungkan: mungkinkah penolakan Tuhan adalah bentuk cinta yang paling dalam? Sebab dalam penolakan itu, kita belajar menerima, belajar melepaskan, dan belajar mencintai hidup apa adanya. Jika semua dikabulkan, kita tidak akan pernah tahu rasanya berharap, berjuang, dan bersyukur. Maka biarlah Tuhan tetap menjadi misteri yang tidak tunduk pada keinginan kita, agar hidup tetap menjadi puisi yang penuh makna dan keindahan. Agar kita sadar bahwa tawa dan air mata sama-sama berguna, sama-sama menyajikan makna bagi jiwa.
Referensi:
• Davis, E. B., Day, J. M., Lindia, P. A., & Lemke, A. W. (2022). Religious/Spiritual Development and Positive Psychology: Toward an Integrative Theory. In Handbook of Positive Psychology, Religion, and Spirituality. Springer.
• Pargament, K. I., Exline, J. J., Cowden, R. G., & Wilt, J. A. (2025). Are spiritual struggles the cause or effect of psychological problems (or both)? Spirituality in Clinical Practice. Advance online publication. https://doi.org/10.1037/scp0000408
• Büssing, A., Recchia, D. R., & Baumann, K. (2020). Triggers of Spiritual Dryness – Results from Qualitative Interviews. Journal of Religion and Health, 59(3), 1452–1468.
• Walsh, R., & Vaughan, F. (1993). Paths Beyond Ego: The Transpersonal Vision. Tarcher/Putnam.
________________________________________
MPK’s Literature-based Perspectives
Turning Information into Knowledge – Shaping Knowledge into Insight
________________________________________
(Keterangan Keterbukaan: Ide pokok artikel didapatkan dari pengamatan di dunia maya dan pengalaman di dunia nyata. Konteks, kerangka pemikiran, format, alur dan gaya bahasa dikembangkan oleh penulis. Bahan dirangkai, disusun, dan diperkaya menggunakan AI. Gambar pendukung dibuat dengan AI)
Editor : Nofis Husin Allahdji


Social Header