Breaking News

CINTA ADALAH “OPERATING SYSTEM” SEMESTA


Oleh: Prof Makin Perdana Kusuma  –  Queensland, 22 Desember 2025

Cinta adalah pelangi yang memantulkan cahaya jiwa manusia dalam berbagai warna. Ada cinta yang membakar seperti api, ada cinta yang menenangkan seperti embun, ada cinta yang mengikat seperti akar, dan ada cinta yang membebaskan seperti angin. “Cinta adalah energi yang mengambil banyak bentuk, dari hasrat hingga pengorbanan, dari kepemilikan hingga pemberian” (Fromm, 1956). Dalam setiap strata kehidupan, cinta hadir dengan wajah berbeda: eros yang penuh gairah, agape yang penuh pengabdian, cinta ibu kepada anaknya yang tak mengenal batas, cinta orang beruntung kepada yang kesusahan, cinta orang selamat kepada yang celaka, bahkan cinta kepada harta, makanan, dan minuman. Semua adalah ekspresi dari satu energi yang sama: kerinduan untuk menyatu.

Dalam filsafat Yunani klasik, cinta eros dan agape dipandang sebagai dua kutub yang berbeda. “Eros adalah cinta yang lahir dari hasrat dan daya tarik, sementara agape adalah cinta yang lahir dari pengorbanan dan pemberian tanpa syarat” (Nygren, 1953). Keduanya bukanlah lawan, melainkan dua sisi dari pengalaman manusia yang saling melengkapi. Eros menggerakkan manusia untuk mencari keindahan, sementara agape menggerakkan manusia untuk memberi makna.

Dalam psikologi perkembangan, cinta ibu kepada anaknya adalah fondasi dari ikatan emosional yang membentuk kepribadian. “Kehangatan dan kasih sayang ibu menjadi dasar bagi perkembangan rasa aman dan kepercayaan diri anak” (Bowlby, 1988). Cinta ini adalah bentuk paling murni dari pemberian, tanpa menuntut balasan. Ia adalah cinta yang menjaga, melindungi, dan menumbuhkan kehidupan.

Dalam perspektif sosial, cinta orang beruntung kepada yang kesusahan, atau cinta orang selamat kepada yang celaka, adalah wujud solidaritas. “Empati sosial adalah mekanisme yang memungkinkan manusia untuk saling menopang dalam penderitaan” (Deci & Ryan, 2000). Cinta ini melampaui kepentingan pribadi, menjadi jembatan yang menghubungkan manusia dalam ruang kebersamaan. Ia adalah cinta yang menolak keterasingan, dan memilih untuk hadir bagi yang lemah.

Namun cinta juga hadir dalam bentuk keterikatan pada benda, harta, makanan, dan minuman. “Cinta terhadap objek material adalah bagian dari kebutuhan manusia untuk kenyamanan dan rasa aman” (Maslow, 1968). Meski sering dianggap rendah, cinta ini tetap sah sebagai ekspresi dari kerinduan manusia terhadap kehidupan. Ia menunjukkan bahwa cinta bukan hanya soal relasi antar manusia, tetapi juga relasi dengan dunia yang menopang keberadaan. Kesukaan adalah ketertarikan, ketertarikan adalah rasa ingin mendekat, menyatu, dan mengalami sensasi emosional atas kedekatan dan penyatuan secara bersama-sama; apapun itu obyeknya. Cinta (ketertarikan) adalah “Operating system” dari mahluk hidup maupun benda mati di semesta ini; dari lebahdan bunga, manusia, atom, sampai benda-benda angkasa.
 
Kesimpulannya, cinta adalah energi yang hadir dalam berbagai bentuk, dari yang luhur hingga yang sederhana. “Cinta adalah kekuatan yang menyatukan manusia dengan dirinya, dengan orang lain, dan dengan semesta” (Fromm, 1956). Tidak ada bentuk cinta yang lebih tinggi atau lebih rendah, sebab semuanya adalah bagian dari mozaik kehidupan. Yang penting bukanlah bentuk cinta, melainkan keberanian untuk memberi dan menerima.

Dan akhirnya, mari kita renungkan: apakah kita telah berani mencintai dalam segala bentuknya? Sebab cinta bukan hanya tentang eros yang membakar atau agape yang mengorbankan, tetapi juga tentang senyum ibu, uluran tangan bagi yang celaka, dan rasa syukur atas makanan sederhana. Dalam keberanian untuk mencintai dalam segala wajahnya, manusia menemukan dirinya yang paling utuh. Dan dalam keutuhan itu, cinta menjadi cahaya yang tak pernah padam.

Referensi:
• Fromm, E. (1956). The Art of Loving. Harper & Row.
• Nygren, A. (1953). Agape and Eros. Westminster Press.
• Bowlby, J. (1988). A Secure Base: Parent-Child Attachment and Healthy Human Development. Basic Books.
• Deci, E. L., & Ryan, R. M. (2000). The “What” and “Why” of Goal Pursuits: Human Needs and the Self-Determination of Behavior. Psychological Inquiry, 11(4), 227–268.
• Maslow, A. H. (1968). Toward a Psychology of Being. Van Nostrand Reinhold.
________________________________________
MPK’s Literature-based Perspectives 
Turning Information into Knowledge – Shaping Knowledge into Insight
________________________________________
(Keterangan Keterbukaan: Ide pokok artikel didapatkan dari pengamatan di dunia maya dan pengalaman di dunia nyata. Konteks, kerangka pemikiran, format, alur dan gaya bahasa dikembangkan oleh penulis. Bahan dirangkai, disusun, dan diperkaya menggunakan AI. Gambar pendukung dibuat dengan AI)

Editor : Nofis Husin Allahdji
© Copyright 2022 - ANALISARAKYAT.COM