Breaking News

PIKIRAN ADALAH PENCIPTA NASIB

 
Oleh: Prof Makin Perdana Kusuma - Depok, 15 November 2025

Di balik riuh dunia dan gemuruh peristiwa, ada satu kekuatan yang tak bersuara namun menentukan segalanya: pikiran. Ia seperti benih yang tersembunyi di bawah tanah, tak terlihat namun kelak menjelma menjadi pohon kehidupan. "Sebelum realitas muncul, pikiran telah menanamkan akarnya." Dalam sunyi batin, kita menyadari bahwa bukan dunia yang membentuk kita, melainkan cara kita memaknai dunia. Seperti yang ditegaskan oleh Frankl (2006), "makna bukanlah sesuatu yang ditemukan di luar, tetapi diciptakan dari dalam." Maka, setiap penderitaan, setiap kebahagiaan, bukanlah hasil dari kejadian itu sendiri, melainkan dari tafsir yang kita berikan padanya.

Kita mungkin telah mencoba mengubah kebiasaan, hubungan, pekerjaan. Namun masalah yang sama terus kembali dalam bentuk baru karena akar persoalan itu tidak pernah berada di luar. Ia selalu berada di dalam pikiran. Ketika pikiran tidak disadari, ia menciptakan keadaan dan kejadian yang tidak kita inginkan, menciptakan kekacauan. Ketika pikiran disadari, ia menjadi penciptaan. Pemahaman ini adalah jembatan antara penderitaan dan kebebasan. Hidup tidak dibentuk oleh peristiwa yang terjadi pada kita. Ia dibentuk oleh pikiran yang kita lekatkan pada peristiwa itu. Peristiwa itu netral. Tafsir kita yang menjadikan peristiwa itu surga atau neraka. Jika seseorang menghina dan kita tertawa, hinaan itu lenyap. Jika kita menganggapnya serius, ia membakar batin kita berhari-hari. Pikiran adalah arsitek tak terlihat dari pengalaman kita. Apa yang kita sebut nasib hanyalah gema dari cara berpikir kita. Setiap saat, kita sedang menggambar cetak biru masa depan kita dengan tinta yang tak kasat mata; dan tinta itu adalah pikiran. Sebelum pohon muncul, pasti ada benih di dalam tanah. Sebelum kata diucapkan, pasti ada pikiran di balik napas. Pikiran adalah benih; realitas hanyalah bunganya (Osho, 2004).

Pikiran yang tidak disadari adalah sumber kekacauan. Ia bergerak seperti bayangan yang tak terkendali, menciptakan pola-pola yang berulang dalam hidup kita. "Ketika pikiran tidak dikenali, ia menjadi penguasa yang tak terlihat atas nasib manusia" (Tolle, 2005). Psikologi kognitif modern pun mengakui bahwa bias dan distorsi pikiran yang tidak disadari dapat membentuk persepsi dan perilaku secara sistematis (Beck, 2011). Maka, perubahan sejati bukanlah pada kebiasaan atau lingkungan, tetapi pada kesadaran terhadap pikiran itu sendiri.

Sebaliknya, pikiran yang disadari adalah benih penciptaan. Ia menjadi alat untuk membentuk masa depan, bukan sekadar mengulang masa lalu. "Kesadaran terhadap pikiran adalah jembatan antara penderitaan dan kebebasan" (Chodron, 2012). Dalam studi neuroplastisitas, ditemukan bahwa pikiran sadar mampu membentuk ulang struktur otak dan respons emosional (Siegel, 2020). Artinya, kita bukan korban dari pikiran kita, melainkan pencipta dari arah pikir itu sendiri.

Konklusi dari pemahaman ini adalah bahwa nasib bukanlah sesuatu yang ditentukan oleh luar, melainkan gema dari pola pikir kita. "Apa yang disebut nasib adalah bayangan panjang dari pikiran yang terus diulang" (Dispenza, 2017). Maka, setiap momen adalah kesempatan untuk menulis ulang cetak biru kehidupan dengan tinta yang tak terlihat; yaitu pikiran. Sebelum kata diucapkan, ada pikiran di baliknya. Sebelum tindakan dilakukan, ada niat yang menggerakkannya. Pikiran adalah awal dari segalanya.

Dan kini, wahai jiwa, mari berhenti sejenak. Dengarkan suara di dalam diri yang tak berbicara dengan kata, tetapi dengan getaran lembut. "Pikiran adalah benih, dan hidup adalah taman tempat ia tumbuh." Jika ingin mengubah buahnya, ubah benihnya. Jangan kejar bayangan di luar, temui sumber cahaya di dalam. Sadari setiap alur dan alir pikiran. Karena di sanalah, dalam keheningan pikiran yang disadari, nasib baru ditulis.


Referensi:
• Beck, A. T. (2011). Cognitive Therapy of Depression. Guilford Press.
• Chodron, P. (2012). Living Beautifully with Uncertainty and Change. Shambhala Publications.
• Dispenza, J. (2017). Breaking the Habit of Being Yourself: How to Lose Your Mind and Create a New One. Hay House.
• Frankl, V. E. (2006). Man’s Search for Meaning. Beacon Press.
• Osho. (2004). Courage: The Joy of Living Dangerously. St. Martin’s Griffin.
• Siegel, D. J. (2020). The Developing Mind: How Relationships and the Brain Interact to Shape Who We Are. Guilford Press.
• Tolle, E. (2005). A New Earth: Awakening to Your Life’s Purpose. Penguin Books.
________________________________________
"MPK’s Literature-based Perspectives" 
Turning Information into Knowledge – Shaping Knowledge into Insight
________________________________________
(Keterangan Keterbukaan: Ide pokok artikel didapatkan dari pengamatan di dunia maya dan pengalaman di dunia nyata. Konteks, kerangka pemikiran, format, alur dan gaya bahasa dikembangkan oleh penulis. Bahan dirangkai, disusun, dan diperkaya menggunakan AI. Gambar pendukung dibuat dengan AI)

Editor : Nofis Husin Allahdji
© Copyright 2022 - ANALISARAKYAT.COM