Breaking News

HIDUP INI TENTANG SAYA DAN UNTUK SAYA—MELAWAN KODRAT NEUROLOGIS


Oleh: Prof Makin Perdana Kusuma - Depok, 21 November 2025

Sejak manusia membuka mata di dunia, ia sering terjebak dalam keyakinan bawah sadar bahwa hidup ini hanyalah tentang dirinya, untuk dirinya. “Individualisme modern menumbuhkan pandangan bahwa kebahagiaan dan makna hidup bersumber dari kepentingan pribadi” (Bauman, 2001). Hidup pun menjadi panggung yang dipenuhi monolog ego, di mana setiap langkah adalah gema dari kata “saya.” Seperti aktor yang lupa bahwa drama membutuhkan interaksi, manusia sering menatap dunia sebagai cermin yang hanya memantulkan wajahnya sendiri.

Pandangan “hidup ini hanya tentang saya” berakar pada konstruksi psikologis yang menekankan ego sebagai pusat. “Kesadaran diri yang berlebihan dapat menimbulkan alienasi sosial dan melemahkan empati” (Twenge & Campbell, 2009). Dalam psikologi sosial, hal ini disebut sebagai self-focus bias, di mana individu menilai realitas berdasarkan kepentingan pribadi. Akibatnya, hubungan antar manusia menjadi rapuh, karena setiap orang sibuk membangun benteng egonya.

Dalam ranah budaya, “orientasi individualistik semakin diperkuat oleh sistem ekonomi kapitalistik yang menekankan konsumsi dan kepemilikan pribadi” (Fukuyama, 2018). Manusia tumbuh dengan keyakinan bahwa nilai dirinya ditentukan oleh apa yang ia miliki, bukan oleh apa yang ia berikan. Maka, lahirlah generasi yang mengejar status, simbol, dan pencapaian, seakan dunia adalah arena kompetisi tanpa akhir.

Namun, penelitian menunjukkan bahwa “kebahagiaan sejati lebih erat terkait dengan relasi sosial yang bermakna daripada pencapaian individual” (Diener & Seligman, 2004). Ketika manusia hanya berfokus pada dirinya, ia kehilangan kesempatan untuk merasakan kedalaman kebersamaan. Relasi yang autentik, berbagi pengalaman, dan solidaritas sosial terbukti menjadi sumber kesejahteraan psikologis yang lebih kuat daripada sekadar pencapaian pribadi.

Dari sudut pandang neurosains, “otak manusia dirancang untuk keterhubungan sosial, dengan sistem saraf yang bereaksi positif terhadap empati dan kebersamaan” (Cacioppo & Patrick, 2008). Aktivasi pada mirror neurons menunjukkan bahwa manusia secara biologis terhubung dengan pengalaman orang lain, sehingga egosentrisme sejatinya justru berlawanan dengan kodrat neurologis kita. Neurosains menegaskan bahwa kebahagiaan bukan hanya hasil dari pencapaian pribadi, tetapi dari resonansi emosional yang tercipta dalam kebersamaan mutualistik dengan orang lain. Lebih jauh lagi, penelitian mutakhir menunjukkan bahwa “empati dan altruisme meningkatkan kebahagiaan, karena memberi makna dan memperkuat keterhubungan sosial” (Post, 2005). Ketika manusia memberi, menolong, dan merasakan penderitaan orang lain, sistem sarafnya melepaskan hormon kebahagiaan seperti oksitosin dan dopamin. Terlalu berfokus mati-matian mengedepankan kepentingan diri sendiri senyatanya menimbulkan defisiensi hormon-hormon yang diperlukan bagi kesejahtraan lahir dan batin. Dengan demikian, kebahagiaan sejati bukanlah hasil dari menumpuk “untuk saya,” melainkan dari berbagi “untuk kita.” (Cacioppo & Patrick, 2008).

Dalam perspektif spiritual, “ego adalah ilusi yang menutup jalan menuju kesadaran yang lebih tinggi” (Tolle, 1999). Tradisi mistik dari berbagai agama menekankan bahwa kebahagiaan sejati lahir ketika manusia melampaui “saya” dan menyatu dengan sesuatu yang lebih besar: Tuhan, alam semesta, atau energi kosmik. Spiritualitas mengajarkan bahwa hidup bukan sekadar tentang kepentingan pribadi, melainkan tentang keterhubungan dengan sumber kehidupan yang melampaui batas ego.

Konklusi dari perenungan ini adalah bahwa pandangan “hidup ini hanya tentang saya, untuk saya” adalah ilusi yang membatasi manusia. “Kesejahteraan manusia bergantung pada keseimbangan antara kepentingan diri dan kepentingan bersama” (Deci & Ryan, 2000). Dengan demikian, manusia perlu melampaui ego, membuka diri pada relasi, dan menemukan makna dalam keterhubungan.

Dan akhirnya, dalam ruang refleksi, mari kita sadari bahwa hidup bukanlah monolog ego, melainkan simfoni yang membutuhkan harmoni. “Kesadaran akan keterhubungan dengan orang lain adalah jalan menuju kebijaksanaan dan kedamaian batin” (Nussbaum, 2001). Maka, mari kita tatap dunia bukan hanya sebagai cermin diri, melainkan sebagai jendela yang memperlihatkan wajah-wajah peserta tarian masal kehidupan yang lain, agar hidup tidak hanya tentang “saya,” tetapi tentang “kita.”

Referensi:
• Bauman, Z. (2001). The Individualized Society. Cambridge: Polity Press.
• Cacioppo, J. T., & Patrick, W. (2008). Loneliness: Human Nature and the Need for Social Connection. New York: W.W. Norton.
• Deci, E. L., & Ryan, R. M. (2000). Self-determination theory and the facilitation of intrinsic motivation, social development, and well-being. American Psychologist, 55(1), 68–78.
• Diener, E., & Seligman, M. E. P. (2004). Beyond money: Toward an economy of well-being. Psychological Science in the Public Interest, 5(1), 1–31.
• Fukuyama, F. (2018). Identity: The Demand for Dignity and the Politics of Resentment. New York: Farrar, Straus and Giroux.
• Nussbaum, M. (2001). Upheavals of Thought: The Intelligence of Emotions. Cambridge: Cambridge University Press.
• Post, S. G. (2005). Altruism, happiness, and health: It’s good to be good. International Journal of Behavioral Medicine, 12(2), 66–77.
• Tolle, E. (1999). The Power of Now: A Guide to Spiritual Enlightenment. Novato: New World Library.
• Twenge, J. M., & Campbell, W. K. (2009). The Narcissism Epidemic: Living in the Age of Entitlement. New York: Free Press.
________________________________________
"MPK’s Literature-based Perspectives" 
Turning Information into Knowledge – Shaping Knowledge into Insight
________________________________________
(Keterangan Keterbukaan: Ide pokok artikel didapatkan dari pengamatan di dunia maya dan pengalaman di dunia nyata. Konteks, kerangka pemikiran, format, alur dan gaya bahasa dikembangkan oleh penulis. Bahan dirangkai, disusun, dan diperkaya menggunakan AI. Gambar pendukung dibuat dengan AI)

Editor : Nofis Husin Allahdji
© Copyright 2022 - ANALISARAKYAT.COM