Breaking News

DIMANAKAH CELAH BISNIS BERADA?


Oleh: Prof Makin Perdana Kusuma - Depok, 13 Oktober 2025
“Celah bisnis adalah ruang eksistensial di mana ketidaknyamanan manusia bertemu dengan kemungkinan solusi” (Christensen et al., 2016). Celah itu bukan lubang kosong, melainkan ruang yang dipenuhi harapan yang belum terpenuhi, masalah yang belum terselesaikan, dan kebutuhan yang belum terjawab. Seperti detektif yang menyusuri jejak-jejak kekurangan dan kegelisahan, pencari celah bisnis adalah mereka yang mampu mendengar ketidaknyamanan dan keluhan yang tak diucapkan, melihat peluang di balik kegagalan, dan mencium aroma perubahan sebelum ia datang. Di antara riak-riak ketidakpuasan dan sunyi yang tak terucap dalam kehidupan sehari-hari, selalu tersembunyi celah bisnis yang menunggu untuk dijemput.

Setiap bisnis sejatinya adalah jawaban atas sebuah pertanyaan yang belum selesai. “Bisnis yang kuat lahir dari pemahaman mendalam terhadap masalah nyata yang dihadapi manusia” (Osterwalder & Pigneur, 2010). Masalah itu bisa bersifat fisik; seperti kebutuhan akan makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, kesehatan dan kebugaran badan, transportasi, kognitif; seperti kekurangan ilmu, kekurangan informasi, kekurangan keterampilan,  emosional; seperti stress, rasa kesepian, rasa bosan, rasa rindu pada masa lalu, atau bahkan energetic; seperti kelelahan yang tak kunjung reda. Ketika seorang wirausahawan mampu mengidentifikasi titik-titik masalah dan ketidakpuasan ini, ia tidak hanya menciptakan produk, tetapi juga membangun jembatan antara harapan dan kenyataan. Ia menyediakan solusi, bukan sekedar produk.

Jenis-jenis masalah kehidupan yang bisa menjadi celah bisnis sangatlah beragam, mulai dari kebutuhan dasar hingga keresahan batin yang samar. “Masalah fisik seperti akses terhadap makanan sehat, kebugaran, transportasi yang aman, atau tempat tinggal yang layak seringkali membuka ruang bagi inovasi bisnis sosial dan teknologi” (Prahalad, 2005). Di sisi lain, masalah kognitif seperti kekurangan ilmu-pengetahuan, bahasa asing, atau pengelolaan waktu, telah melahirkan bisnis berbasis edukasi dan aplikasi produktivitas. Masalah emosional seperti kesepian, rindu, stres, kebosanan, atau kurangnya rasa percaya diri menjadi ladang subur bagi layanan konseling, komunitas digital, bisnis hiburan, dan produk self-care. Bahkan masalah energetic; seperti kelelahan, kurang tidur, atau penurunan vitalitas, telah memicu munculnya bisnis wellness, suplemen, dan gaya hidup sehat. “Setiap ketidaknyamanan dan keresahan manusia adalah pintu masuk bagi solusi yang bermakna, dan di sanalah celah bisnis menemukan bentuknya” (Kelley & Littman, 2005).

Namun, celah bisnis bukanlah sesuatu yang bisa ditemukan dengan mata telanjang. Ia menuntut kepekaan, ketekunan, dan keberanian untuk menyelam ke dalam kompleksitas kehidupan. “Menemukan celah bisnis membutuhkan pendekatan empatik dan observasi mendalam terhadap perilaku konsumen” (Blank, 2013). Banyak ide bisnis gagal bukan karena tidak inovatif, tetapi karena tidak relevan. Relevansi lahir dari kedekatan dengan masalah nyata, bukan dari asumsi semata. Maka, pencari celah harus menjadi pendengar yang baik, pengamat yang tajam, dan pemikir yang reflektif.

Ironisnya, sistem pendidikan dan pelatihan bisnis seringkali lebih menekankan pada strategi pemasaran dan analisis keuangan, daripada pada kemampuan untuk membaca realitas sosial dan psikologis. “Kebanyakan kurikulum bisnis belum mengintegrasikan pendekatan human-centered dalam pencarian peluang” (Brown, 2009). Padahal, bisnis yang bertahan lama adalah bisnis yang mampu menjawab kebutuhan terdalam manusia. Celah bisnis bukanlah tentang menjadi yang pertama, tetapi tentang menjadi yang paling relevan. 

Kesimpulannya, celah bisnis adalah ruang yang terbuka bagi mereka yang berani melihat dunia dengan mata yang berbeda. Ia bukan selalu tentang menciptakan sesuatu yang baru, tetapi juga tentang menyempurnakan yang belum sempurna. “Semua bisnis adalah penyelesaian terhadap masalah dan ketidakpuasan” (Kim & Mauborgne, 2015). Maka, pencarian celah bisnis adalah pencarian makna; tentang bagaimana kita bisa hadir sebagai solusi dalam kehidupan orang lain. Maka, celah bisnis yang baik adalah peluang yang memiliki permintaan/kebutuhan nyata dari masyarakat (pasar), minim pesaing, potensi profit yang jelas, dan selaras dengan minat serta kemampuan.

Dan pada akhirnya, bisnis bukanlah sekadar transaksi, tetapi transformasi. Ia adalah cara manusia menjawab panggilan zaman, menyeka luka-luka kecil dalam kehidupan, dan menawarkan harapan yang bisa diraba. Celah bisnis adalah puisi yang belum ditulis, lagu yang belum dinyanyikan, dan pelukan yang belum diberikan. Maka, jadilah detektif kehidupan. Dengarkan keluhan yang sunyi, lihat celah yang tersembunyi, dan hadirkan solusi yang bermakna. Di sanalah bisnis menemukan jiwanya.

Referensi:
• Christensen, C. M., Raynor, M. E., & McDonald, R. (2016). What is disruptive innovation? Harvard Business Review, 94(12), 44–53.
• Osterwalder, A., & Pigneur, Y. (2010). Business Model Generation: A Handbook for Visionaries, Game Changers, and Challengers. Wiley.
• Prahalad, C. K. (2005). The Fortune at the Bottom of the Pyramid: Eradicating Poverty Through Profits. Wharton School Publishing.
• Kelley, T., & Littman, J. (2005). The Ten Faces of Innovation: IDEO's Strategies for Defeating the Devil's Advocate and Driving Creativity Throughout Your Organization. Currency.
• Blank, S. (2013). Why the lean start-up changes everything. Harvard Business Review, 91(5), 63–72.
• Brown, T. (2009). Change by Design: How Design Thinking Creates New Alternatives for Business and Society. HarperBusiness.
• Kim, W. C., & Mauborgne, R. (2015). Blue Ocean Strategy: How to Create Uncontested Market Space and Make the Competition Irrelevant. Harvard Business Review Press.
________________________________________
MPK’s Literature-based Perspectives Turning Information into Knowledge – Shaping Knowledge into Insight
________________________________________
(Keterangan Keterbukaan: Ide pokok artikel didapatkan dari pengamatan di dunia maya dan pengalaman di dunia nyata. Konteks, kerangka pemikiran, format, alur dan gaya bahasa dikembangkan oleh penulis. Bahan dirangkai, disusun, dan diperkaya menggunakan AI. Gambar pendukung dibuat dengan AI)

Editor : Nofis Husin Allahdji
© Copyright 2022 - ANALISARAKYAT.COM