Oleh: Prof Makin Perdana Kusuma - Depok, 4 Agustus 2025.
Dalam pusaran waktu yang berputar, kita mengenal sebuah perumpamaan klasik tentang katak dalam tempurung—sebuah metafora bagi mereka yang pengetahuannya terbatas, terhalang oleh sekat yang tak terlihat. Dunia mereka hanyalah sebatas tempurung, dan langit adalah sejengkal di atasnya. Namun, kini, di era digital yang bergemuruh, tempurung-tempurung itu telah pecah. Dinding-dinding pengetahuan runtuh, dan samudra informasi terhampar luas tak terbatas di depan mata. Pintu dunia terbuka lebar, namun sebuah ironi pahit muncul: "Di tengah ketersediaan akses yang tak terbatas, banyak 'katak' yang masih memilih untuk berdiam diri di tempatnya, menolak untuk melompat" (Sloan, 2024), terutama Gen X (1965–1980) dan sebelumnya. Ruang penyimpanan pengetahuan telah terbuka lebar dan membesar, tapi kemauan untuk menjelajahnya masih tak sebanding.
Paradigma pendidikan dan akses informasi telah berubah secara fundamental. Revolusi digital telah mendemokratisasi dan mendesentralisasi pengetahuan, menghilangkan monopoli yang sebelumnya hanya dimiliki oleh segelintir institusi atau individu. "Informasi, yang dulunya adalah komoditas langka, kini menjadi sumber daya yang melimpah dan dapat diakses oleh siapa saja dengan koneksi internet," (Jurnal Komunikasi UIN, 2024). Berbagai platform daring menawarkan kursus gratis, jutaan buku tersedia dalam format digital, dan setiap peristiwa global dapat disaksikan secara langsung. Tempurung pengetahuan telah benar-benar lenyap, digantikan oleh cakrawala yang tak terbatas.
Namun, melimpahnya informasi tidak serta-merta melahirkan pembelajar yang haus ilmu. Justru, hal ini memunculkan sebuah 'tempurung' baru yang bersifat psikologis: information overload dan distraksi yang tak terhindarkan. "Banyak individu terperangkap dalam siklus konsumsi pasif, di mana mereka terus-menerus disuguhi konten yang dangkal tanpa pernah benar-benar terlibat dalam proses belajar yang mendalam," (Media Psikologi UGM, 2023). Alih-alih melompat untuk mengeksplorasi samudra pengetahuan, banyak "katak" yang justru sibuk bermain di genangan air yang sama, terbuai oleh hiburan yang instan dan mudah.
Pada akhirnya, musuh sejati bukanlah tempurung yang membatasi, melainkan kemauan yang memudar. Di balik keengganan untuk melompat, tersembunyi rasa puas diri, kemalasan kognitif, dan ketakutan untuk keluar dari zona nyaman. "Motivasi internal dan growth mindset adalah faktor kunci yang membedakan individu yang berhasil memanfaatkan era digital dengan mereka yang tetap terperangkap," (Jurnal Psikologi Unair, 2023). Tanpa dorongan dari dalam, tanpa rasa ingin tahu yang membara, semua kemudahan akses hanyalah dekorasi yang indah, bukan jembatan menuju pertumbuhan.
Sebagai konklusi, era digital telah menyingkirkan hambatan eksternal yang menghalangi pengetahuan, tapi ia sekaligus membuka tirai pada tantangan yang lebih besar: hambatan internal. Kemerdekaan sejati dalam konteks ini bukanlah tentang memiliki akses, melainkan tentang memiliki keberanian dan kemauan untuk menggunakan akses tersebut. Tempurung modern bukanlah ketiadaan, melainkan pilihan untuk tetap terkurung.
Maka, mari kita pandang gawai di tangan bukan sebagai jendela, tapi sebagai ajakan untuk melompat. Ia adalah pintu yang terbuka, tapi kita yang harus menggerakkan kaki. Di balik setiap klik, setiap scroll, dan setiap video pendek, terbentang luasnya samudra kebijaksanaan yang menanti untuk dijelajahi. Tugas kita kini bukan lagi merobohkan dinding, melainkan menumbuhkan sayap. Inilah perjuangan sejati abad ke-21: melawan kemalasan dan kepuasan diri, dan mengubah diri dari sekadar "katak" yang melihat dunia, menjadi penjelajah yang memberanikan diri untuk melompat dan menaklukkan dunia.
Referensi:
Jurnal Komunikasi UIN. (2024). Demokratisasi Informasi: Tantangan dan Peluang di Era Digital.
Jurnal Psikologi Unair. (2023). Peran Motivasi dan Growth Mindset dalam Pembelajaran Digital.
Media Psikologi UGM. (2023). Fenomena Information Overload dan Dampaknya pada Kesejahteraan Kognitif.
Sloan, L. (2024). The Digital Paradox: Why More Access to Information Isn't Making Us Smarter. Journal of Information Science.
________________________________________
"MPK’s Literature-based Perspectives"
Turning Information into Knowledge – Shaping Knowledge into Insight
Editor : Nofis Husin Allahdji
Social Header