Breaking News

KEMERDEKAAN SEJATI: KEMERDEKAAN DARI DIRI SENDIRI

 
Oleh: Prof Makin Perdana Kusuma – Depok, 18 Agustus 2025.
Di tengah gegap gempita perayaan kemerdekaan ke-80 Indonesia—di mana bendera berkibar, lagu kebangsaan menggema, dan jalan-jalan dipenuhi semangat patriotik—ada sunyi yang menyayat hati: sunyi sembilu batin manusia yang masih terpenjara oleh dirinya sendiri. Kemerdekaan fisik dari penjajahan memang telah diraih, namun kemerdekaan spiritual—kemerdekaan dari ego, ketakutan, dan keterikatan duniawi—masih menjadi perjuangan yang senyap, panjang, dan tak selalu tampak, namun masif. Sebab hidup di negara yang secara formal merdeka tidak serta-merta menjamin bahwa warga negaranya telah merdeka dari dirinya sendiri. Justru, tanpa disadari, diri sendirilah penjajah yang paling samar: halus, tak terlihat, tak terdengar, namun nyata dan sangat besar pengaruhnya. Ia menyusup dalam bisikan pikiran, menyamar sebagai ambisi, menyelinap dalam rasa takut, dan bersemayam dalam keterikatan yang tampak mulia. Ia bahkan telah menjadi sistem sosial yang diyakini dan dipeluk “kesesatannya” oleh umat manusia sedunia. “Penjara spiritual adalah pikiran yang dipenuhi oleh keyakinan dan ketakutan yang membatasi,” tulis Rivera (2024), menggambarkan bahwa kebebasan sejati bukanlah soal ruang gerak, melainkan ruang jiwa yang lapang dan merdeka.

Kemerdekaan spiritual bukanlah kondisi yang dicapai secara instan, melainkan proses pembebasan dari belenggu internal yang telah lama bercokol. Ego, sebagai konstruksi identitas yang dibentuk oleh pengalaman dan harapan sosial, sering kali menjadi penguasa batin yang menuntut pengakuan dan kontrol. “Ego bukanlah tuan di rumahnya sendiri,” tulis Freud, dikutip oleh Leposa (2025), menegaskan bahwa banyak perilaku kita digerakkan oleh dorongan tak sadar yang justru menjauhkan kita dari kedamaian batin. Dalam konteks ini, spiritualitas menjadi jalan untuk mengenali dan melampaui ego, bukan untuk meniadakannya, tetapi untuk menempatkannya dalam posisi yang tidak mendominasi.

Ketakutan adalah penjaga gerbang dari penjara batin. Ia membisikkan kemungkinan buruk, menahan langkah, dan membentuk ilusi keamanan dalam keterikatan. “Ketakutan terhadap kehilangan dan perubahan adalah akar dari penderitaan,” tulis Chopra (2025), menyoroti bahwa ketakutan bukanlah musuh eksternal, melainkan bayangan yang kita pelihara dalam pikiran. Untuk merdeka secara spiritual, kita perlu berani menatap ketakutan itu, bukan untuk melawannya, tetapi untuk memeluknya sebagai bagian dari proses pembebasan. Sebab, perlawanan terhadap ketakutan itu sendiri justru membuat ketakutan berubah menjadi penderitaan yang berlipat ganda.

Keterikatan pada hal-hal duniawi—harta, status, bahkan ideologi—adalah bentuk lain dari belenggu batin. Dalam berbagai tradisi spiritual dan dunia terapi, pelepasan dianggap sebagai syarat menuju kebebasan tertinggi. “Keterikatan menciptakan dualitas dan memperkuat penderitaan,” tulis Spiritual Meanings Guide (2025), menegaskan bahwa kebebasan spiritual hanya mungkin dicapai ketika kita mampu melepaskan diri dari ilusi kepemilikan dan kontrol. Pelepasan bukan berarti pengabaian, melainkan keterlibatan tanpa ketergantungan.

Konklusi dari perjalanan ini adalah bahwa kemerdekaan spiritual bukanlah tujuan akhir, melainkan cara hidup. Ia adalah kesediaan untuk hadir sepenuhnya dalam setiap momen, tanpa dibelenggu oleh masa lalu atau ketakutan akan masa depan. “Kebebasan spiritual adalah kemampuan untuk memilih dan memenuhi komitmen dengan sukacita,” tulis Chopra (2025), menandakan bahwa kemerdekaan batin bukanlah pelarian, melainkan keterlibatan yang sadar dan penuh kasih.

Dan pada akhirnya, di balik sorak-sorai kemerdekaan nasional, kita diajak untuk merenung: apakah kita telah benar-benar merdeka? Merdeka dari ilusi, dari luka yang belum sembuh, dari suara-suara batin yang menuntut dan menghakimi? Kemerdekaan sejati adalah keberanian untuk memerdekakan diri dari diri sendiri—untuk menatap cermin jiwa dan berkata: aku memilih hidup yang utuh, yang tak lagi dikendalikan oleh bayangan, tetapi oleh cahaya kesadaran. Di sanalah kemerdekaan yang sejati dan lestari bersemayam.

Referensi:
• Rivera, E. M. (2024). Life in Prison Spiritual Meaning: Unseen Journey Within. Spiritual Mojo. https://spiritualmojo.com/life-in-prison-spiritual-meaning/
• Leposa, J. (2025). Embracing Detachment – The Path to Ego Death and True Freedom. Humanfluence. https://www.humanfluence.org/blog/embracing-detachment-the-path-to-ego-death-and-true-freedom
• Chopra, D. (2025). 10 Inspiring Spiritual Freedom Quotes To Set Your Soul Ablaze. Quotesanity. https://quotesanity.com/10-inspiring-spiritual-freedom-quotes-to-set-your-soul-ablaze
• Spiritual Meanings Guide. (2025). Embracing Freedom: Letting Go of Attachments on the Spiritual Path. https://spiritualmeaningsguide.com/embracing-freedom-letting-go-of-attachments-on-the-spiritual-path
________________________________________
MPK’s Literature-based Perspectives 
Turning Information into Knowledge – Shaping Knowledge into Insight

Editor : Nofis Husin Allahdji
© Copyright 2022 - ANALISARAKYAT.COM