Oleh: Prof Makin Perdana Kusuma - Depok, 16 September 2025.
Di panggung besar sejarah, kita berdiri di tepi samudra perubahan. Ombak kekuasaan dan kekuatan ekonomi, politik, militer, dan teknologi bergulung dari arah yang tak lagi sama; matahari yang dulu bersinar terang di Barat kini perlahan memancarkan terang sinarnya di Timur. “Kita sedang hidup di tengah pergeseran kekuatan global terbesar dalam beberapa abad terakhir” (Mahbubani, 2025). Dalam kata-kata Kishore Mahbubani, seorang diplomat, akademisi, dan pemikir geopolitik asal Singapura, Presiden Dewan Keamanan PBB pada Januari 2001 dan Mei 2002, terasa denyut zaman yang mengabarkan bahwa tatanan dunia yang selama ini kita kenal sedang bergeser, dan garis cakrawala geopolitik tengah dilukis ulang oleh tangan-tangan baru.
Mahbubani menegaskan bahwa dunia multipolar bukan sekadar kemungkinan, melainkan keniscayaan. “Tatanan dunia yang didominasi Barat selama berabad-abad kini menghadapi tantangan mendasar dan tak terelakkan” (Acharya, 2017). Kebangkitan Tiongkok, India, dan kekuatan kolektif Asia Tenggara menjadi bukti bahwa pusat gravitasi ekonomi dan politik global sedang berpindah. Data ekonomi yang membandingkan Uni Eropa dengan Tiongkok, Inggris dengan India, serta Jerman dengan ASEAN menunjukkan pembalikan yang mengejutkan dan tak terbantahkan. Tiongkok, dengan PDB mencapai US$ 19,53 triliun pada 2025, telah melampaui Uni Eropa. India, di sisi lain, telah melampaui Inggris dengan PDB sebesar US$ 4,27 triliun. ASEAN, sebagai blok regional, kini mendekati Jerman dalam total output ekonomi. Dengan PDB gabungan sekitar US$ 4,5 triliun. Ketiga perbandingan ini menunjukkan satu pola besar: Asia sedang bangkit, bukan sebagai bayangan Barat, tetapi sebagai pusat baru dunia. Tiongkok, India, dan ASEAN bukan hanya mengejar ketertinggalan, mereka sedang membentuk masa depan (Mahbubani, 2025).
Di balik analisisnya, Mahbubani mengingatkan bahwa institusi global seperti PBB dan IMF masih terperangkap dalam arsitektur lama. “Institusi internasional sering kali lamban beradaptasi terhadap distribusi kekuatan yang berubah” (Ikenberry, 2018). Barat, khususnya Eropa, dinilai mempertahankan privilese yang tidak lagi sejalan dengan realitas demografis dan ekonomi dunia.
Pergeseran ini membawa implikasi strategis bagi semua negara. “Dalam dunia multipolar, semakin banyak aktor berarti semakin banyak kekuatan penyeimbang” (Kupchan, 2012). India, yang sempat diperkirakan akan condong ke Amerika Serikat, kini memilih jalur independen, membuka ruang manuver baru bagi negara-negara lain. Bagi negara-negara menengah, ini adalah peluang untuk memainkan diplomasi yang lebih luwes dan berdaulat.
Namun, Mahbubani juga memberi peringatan tajam: Barat kini hanyalah 12% dari populasi dunia. “Jika Barat terus melanggar prinsip demokrasi yang mereka agungkan dengan mempertahankan kekuasaan di lembaga-lembaga dunia, seperti IMF dan PBB, secara tidak proporsional, mereka akan kehilangan relevansi dan kredibilitas” (Mahbubani, 2020). Ini bukan sekadar kritik, melainkan seruan untuk beradaptasi demi kelangsungan pengaruh.
Konklusinya, dunia sedang bergerak menuju konfigurasi kekuasaan yang lebih seimbang. “Perubahan tatanan global adalah proses historis yang tak dapat dihentikan, hanya dapat dikelola” (Zakaria, 2008). Bagi Barat, pilihan yang tersisa adalah menolak perubahan hingga tertinggal oleh sejarah, atau merangkulnya dan menemukan peran baru yang lebih berkelanjutan dan dihormati.
Dan pada akhirnya, kita diingatkan bahwa sejarah adalah arus yang tak mengenal belas kasihan bagi mereka yang enggan berenang. Di tengah pusaran ini, kebijaksanaan bukanlah bertahan di dermaga lama, melainkan berlayar dengan arah baru yang ditentukan oleh angin zaman. Sebab, di samudra geopolitik, yang abadi hanyalah perubahan itu sendiri.
------SELESAI------
Referensi:
• Acharya, A. (2017). The end of American world order (2nd ed.). Polity Press.
• Ikenberry, G. J. (2018). Liberal internationalism 3.0: America and the dilemmas of liberal world order. Perspectives on Politics, 7(1), 71–87.
• Kupchan, C. A. (2012). No one’s world: The West, the rising rest, and the coming global turn. Oxford University Press.
• Mahbubani, K. (2020). Has China won? The Chinese challenge to American primacy. PublicAffairs.
• Mahbubani, K. (2025). Lecture on the global power shift. Hong Kong.
• Zakaria, F. (2008). The post-American world. W. W. Norton & Company.
___________________________________________________________
"MPK’s Literature-based Perspectives"
Turning Information into Knowledge – Shaping Knowledge into Insight
___________________________________________________________
(Keterangan Keterbukaan: Ide pokok artikel didapatkan dari berbagai sumber. Konteks, kerangka pikiran, format, dan gaya bahasa dikembangkan oleh penulis. Bahan dirangkai, disusun, dan diperkaya dengan menggunakan AI. Gambar pendukung dibuat dengan menggunakan AI)
Editor : Nofis Husin Allahdji
Social Header