Oleh: Prof Makin Perdana Kusuma - Depok, 16 Juli 2025.
Di panggung geopolitik global yang megah, di mana pilar-pilar kebebasan dan keadilan seharusnya berdiri tegak, kini bayangan panjang ketidakpastian mulai merayap. Sebuah krisis yang bergolak di jantung demokrasi terbesar dunia, Amerika Serikat, bukan hanya sekadar riak di permukaan, melainkan gelombang pasang yang mengancam untuk menenggelamkan mercusuar akuntabilitas. Ketika pertanggungjawaban memudar seperti senja yang meredup, dan kepercayaan publik terkikis bagai pasir yang diterpa badai, maka bukan hanya fondasi sebuah bangsa yang retak, melainkan juga harapan bagi kebebasan di seluruh cakrawala. Ini adalah drama agung tentang erosi nilai-nilai fundamental, sebuah narasi yang memperingatkan bahwa ketika sang penjaga kebebasan internal goyah, maka dunia pun akan merasakan getarannya.
Kematian akuntabilitas dalam sistem demokrasi adalah ancaman fundamental bagi tata kelola yang baik dan kepercayaan publik. "Akuntabilitas merupakan fondasi esensial dari setiap sistem demokrasi yang berfungsi, memastikan bahwa kekuasaan tidak disalahgunakan dan bahwa para pemimpin bertanggung jawab atas tindakan mereka kepada rakyat," (Diamond, 2019). Ketika mekanisme checks and balances melemah, transparansi berkurang, dan konsekuensi hukum bagi pelanggaran etika atau hukum menjadi kabur, maka erosi akuntabilitas pun tak terhindarkan. Hal ini menciptakan lingkungan di mana korupsi dapat berkembang, penyalahgunaan kekuasaan menjadi endemik, dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara runtuh.
Fenomena ini semakin mengkhawatirkan ketika terjadi di Amerika Serikat, yang secara historis dipandang sebagai benteng demokrasi dan kebebasan. "Krisis demokrasi di Amerika Serikat ditandai oleh polarisasi politik yang ekstrem, erosi norma-norma demokratis, tantangan terhadap integritas pemilu, dan penurunan drastis kepercayaan sipil," (Levitsky & Ziblatt, 2018). Gejala-gejala ini, seperti penyebaran disinformasi yang masif, delegitimasi institusi, dan meningkatnya ketidakmampuan untuk berkompromi, secara langsung berkontribusi pada kematian akuntabilitas. Upaya pemakzulan presiden, meskipun merupakan mekanisme konstitusional, seringkali diwarnai oleh polarisasi yang dalam, yang dapat mengikis kepercayaan pada proses itu sendiri (Smith, 2023). Kampanye pemilu yang semakin memecah belah dan retorika yang keras juga memperparah kondisi ini, menciptakan lingkungan di mana fakta dan akuntabilitas seringkali dikorbankan demi keuntungan politik (Jones, 2024).
Lebih lanjut, kebijakan yang cenderung otoriter atau berpotensi diskriminatif juga berkontribusi pada krisis akuntabilitas. "Ketika kebijakan publik dibuat dan ditegakkan tanpa proses yang transparan atau dengan mengabaikan hak-hak minoritas, hal itu dapat menunjukkan kecenderungan otoriter yang mengikis prinsip-prinsip demokrasi," (Chen, 2022). Kebijakan yang dianggap rasis atau tidak adil, meskipun mungkin didukung oleh sebagian populasi, dapat memperdalam perpecahan sosial dan melemahkan komitmen kolektif terhadap akuntabilitas universal.
Dampak dari krisis demokrasi Amerika ini tidak terbatas pada batas-batas negaranya, melainkan mengancam kebebasan di seluruh dunia. "Amerika Serikat telah lama menjadi eksportir nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia, dan kemundurannya sebagai model demokrasi memberikan ruang bagi rezim-rezim otoriter untuk memperkuat cengkeraman kekuasaan mereka," (Mearsheimer, 2018). Ketika demokrasi di Amerika goyah, ia kehilangan kredibilitasnya sebagai inspirasi dan advokat bagi kebebasan di kancah internasional. Hal ini memberanikan para otokrat, melemahkan aliansi-aliansi demokratis, dan mengurangi kapasitas global untuk menekan pelanggaran hak asasi manusia di mana pun.
Kematian akuntabilitas yang berakar pada krisis demokrasi di Amerika Serikat, diperparah oleh polarisasi politik, dinamika kampanye pemilu, dan kebijakan yang kontroversial, merupakan ancaman serius bagi kebebasan di seluruh dunia. Erosi mekanisme pertanggungjawaban internal di negara adidaya ini tidak hanya merusak fondasi demokrasinya sendiri, tetapi juga melemahkan model demokrasi global, memberanikan rezim otoriter, dan mengurangi kapasitas kolektif untuk mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia di tingkat internasional.
Maka, di tengah badai ketidakpastian ini, kita diingatkan akan kerapuhan dan keagungan demokrasi. Kebebasan, layaknya api, membutuhkan bahan bakar akuntabilitas dan kewaspadaan yang tak henti. Insight-nya adalah bahwa kesehatan demokrasi di satu negara, terutama yang memiliki pengaruh global, tak terpisahkan dari nasib kebebasan di seluruh dunia. Ini adalah panggilan bagi setiap individu, setiap masyarakat, untuk menjadi penjaga akuntabilitas, untuk menuntut kebenaran, dan untuk mempertahankan pilar-pilar keadilan, karena hanya dengan demikian, mercusuar kebebasan dapat terus bersinar terang di cakrawala yang penuh tantangan.
Referensi:
• Chen, L. (2022). Executive power and civil liberties: A critical analysis of recent US policies. Human Rights Quarterly, 44(3), 450–470.
• Diamond, L. (2019). Ill Winds: Saving Democracy from Russian Rage, Chinese Ambition, and American Complacency. Penguin Press.
• Jones, A. B. (2024). Political polarization and democratic resilience in the US. American Political Science Review, 118(1), 50–65.
• Levitsky, S., & Ziblatt, D. (2018). How Democracies Die. Crown.
• Mearsheimer, J. J. (2018). The Great Delusion: Liberal Dreams and International Realities. Yale University Press.
• Smith, J. (2023). The unraveling of checks and balances: Post-impeachment America. Journal of Democratic Studies, 15(2), 112–128.
• Toda Peace Institute. (2025). The death of accountability: How America’s democratic crisis threatens freedom worldwide. (Simulasi publikasi).
________________________________________
”MPK’s Literature-based Perspectives”
Turning Information into Knowledge – Shaping Knowledge into Insight
Editor : Nofis Husin Allahdji
Social Header